PANDANGAN ISLAM TERHADAP MEDIASI DI PENGADILAN DALAM SENGKETA PERDATA
Sakban Lubis;
Abstract
Secara teori mungkin masih benar pandangan, bahwa dalam negaa hukum yang tunduk kepda the rule of law, kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman (judicial power) yang berperan sebagai katup penekan (pressure valve) atas segala pelanggaran hukum dan ketertiban masyarakat.Oleh karena itu, peradilan masih tetap relevan sebagai the last resort atau tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan, sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang berfungsi dan berperan menegakkan kebenaran dan keadilan (to enforce the truth and justice).Akan tetapi pada praktik lapangan tampak bahwa proses di peradilan tidak efektif (ineffective) dan tidak efisien (inefficient). Penyelesaian perkara membutuhkan waktu yang sangat panjang dan lama. Tidak hanya itu banyak biaya dan tenaga yang harus dikeluarkan hingga sampai mendapatkan putusan peradilan. Perjalanan penyelesaian kasus pun masih tetap terjadi apabila salah satu pihak yang dikalahkan kembali akan mengajukan banding dan juga bisa sampai ke tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali (istilah akan hal tersebut adalah bagaikan adventure unto the unknown). Sungguh proses mencari keadilan yang sangat melelahkan.Banyak kritikan dari seluruh dunia terhadap permasalahan yang mereka hadapi ketika berperkara di peradilan, mulai dari penyelesaiannya yang sangat lambat atau buang waktu/ waste of time (hal tersebut terjadi karena akibat sistem pemeriksaannya sangat formalistis (very formalistis), dan juga sangat teknis (very techincal).Untuk itu diperlukan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi mereka yang sedang bersengketa. Untuk itu PERMA No. 1 Tahun 2008 sebagai produk dari Mahkamah Agung membuat semacam peraturan bagi setiap pengadilan di bawah naungan Mahkamah Agung untuk menjalankan mediasi sebelum pihak berperkara lebih lanjut dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim di suatu peradilan.