KAJIAN TERHADAP MEMBANGUN IJTIHAD KOLEKTIF SEBAGAI UPAYA ISTINBAT AL AHKAM TERHADAP PERISTIWA KONTEMPORER
Andoko;
Abstract
Dalam perkembangannya, pembaruan dan modifikasi terhadap model ijtihad yang dilakukan oleh generasi pasca wafatnya Rasul, oleh para teoritisi hukum Islam dibuatkan aturan-aturan teoretis yang harus dipatuhi oleh mujtahid dalam melakukan ijtihad. Di antara peraturan tersebut adalah berupa pembatasan ruang lingkup ijtihad. Ruang lingkup ijtihad, para teoritisi hukum Islam membuat pemetaan antara persoalan-persoalan yang menjadi wilayah ijtihad dan yang bukan menjadi wilayahnya. Wilayah ijtihad meliputi dua hal, yaitu persoalan-persoalan yang tidak ditunjuki oleh nash sama sekali dan persoalan-persoalan yang ditunjuki oleh nash yang zanni. Sedangkan persoalan yang ditunjuki oleh nash yang qath’i, maka tidak ada ruang sedikitpun bagi ijtihad. seorang mujtahid harus mampu memahami penunjukkan lafadz yang ada dalam al-Quran dan Sunnah, baik dari segi bahasa maupun penggunaan syara’. Setelah memahaminya dari segi bahasa maupun penggunaan syara’, ia harus memverifikasi apakah ada dalil lain yang kontradiksi dengan dalil pertama, sehingga yakin bahwa tidak ada dalil lain yang menasakh (menghapus hukum), mentaqyid (membatasi) atau mentakhshish (mengkhususkan). Jika diyakini tidak ada dalil lain yang kontradiksi, maka ia dapat langsung menggunakannya. Tetapi jika ditemukan dalil lain yang kontradiktif, maka ia harus mencari jalan agar dapat menggunakan keduanya bersamaan atau kalau tidak memungkinkan, maka ia harus melakukan pentarjihan (mencari yang lebih kuat) salah satu dalil yang ada.