ANALISIS YURUDIS TERHADAP TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN (TINJAUAN KASUS NOMOR: 494/PID.SUS-LH/2017/PN. SIM)
Sonya Airini Batubara; Eben Firman Silalahi; Desman Derius Zai;
Abstract
Illegal logging merupakan masalah yang sangat serius dalam sektor kehutanan Indonesia saat ini, karena tidak hanya terjadi di hutan produksi tetapi sudah merambah ke kawasan lindung dan konservasi. Penegakan hukum terhadap para pelaku tindak pidana illegal logging saat ini, masih mengacu pada ketentuan Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Dalam tindak pidana illegal logging kadangkala sulit untuk menetukan masalah pertanggungjawaban pidana. Karena dengan mengacu Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan maka yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana hanyalah pelaku langsung yang ada dilapangan, sedangkan aktor intelektualnya bebas dari jeratan hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana illegal logging yang dilakukan secara bersamasama dihubungkan dengan Pasal 55 KUHP. Selain itu, untuk mengetahui dan menganalisis UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan terutama mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana illegal logging yang dilakukan secara bersam-sama.Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis dan pendekatan secara yuridis normatife.Dengan metode tersebut penulis menganalisis permasalahan dari sudut hukum berdasarkan peraturan perundangundangan yang ada, dengan pendekatan hukum pidana materil dan formil. Berdasarkan hasil penelitian, pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana illegal logging dilakukan secara bersama-sama dihubungkan dengan Pasal 55 KUHP dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menganut sistem pembebanan pertanggungjawaban pidana sama terhadap pelaku yang terlibat. Pertanggungjawaban pidana tersebut hanya dikenakan terhadap pelaku materil, hal ini akan mengakibatkan perlakuan yang tidak adil dalam dijatuhkannya sanksi pidana, sehingga akan mengurangi rasa keadilan masyarakat, karena dengan kualitas dan akibat perbuatan yang tidak sama terhadap pelaku turut serta, dapat dipidana maksimum sama dengan si pembuat. Selain itu pula, undang-undang tersebut belum mampu memberikan efek jera bagi para pelakunya.Hal ini karena Undang-Undang Kehutanan lebih ditekankan pada sanksi administrasi dan perdata, setelah itu baru sanksi pidana ditereapkan.