ASPEK HUKUM GUGATAN CERAI ISTRI TERHADAP SUAMI YANG PINDAH AGAMA MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

Dwintoro;

  • Dwintoro

Abstract

Apabila istri ingin melepaskan diri dari hubungan perkawinan, maka istri dapat melakukan khuluk Yaitu dengan memberikan tebusan untuk menebus dirinya dari suaminya. Hukumnya menurut jumhur ulama adalah boleh atau mubah Hal itu didasarkan pada firma Allah SWT dalam  Surat al Baqarah: 229. Yang artinya Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya Bila istri merasa bahwa perkawinannya tidak dapat dipertahankan lagi dan memutuskan untuk bercerai, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengajukan Gugatan Perceraian. Bagi yang beragama Islam, gugatan ini dapat diajukan di Pengadilan Agama (Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Sedangkan bagi yang bukan beragama Islam maka mengajukan gugatannya di Pengadilan Sipil. Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 132 Proses mengajukan gugat cerai antara lain:  Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami. Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, ketua Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Downloads

Download data is not yet available.
Published
2019-05-27